Ini apa?

In Construction

Jumat, 27 Mei 2011

        Rute Jakarta-Bekasi menampakkan wajah-wajah seram, bengis, dan egois. Ramainya lalu lintas pagi yang didominasi oleh orang-orang yang berangkat menuju ke tempat kerja benar-benar menyeramkan dan tak bersahabat bagi pengendara sepeda. Kondisi-kondisi "tertindas" itu pula yang dirasakan Kompas Gramedia Cyclist saat bersepeda menuju Yogyakarta dan melewati jalur Jakarta-Bekasi.
Menelusuri kemacetan Jakarta-Bekasi, orang-orang terlihat tegang, selalu ingin cepat, emosional, dan terburu-buru. Rasanya, inilah wajah metropolitan yang sudah berlangsung puluhan tahun lalu. Kemudian, ketika muncul tren bersepeda menuju tempat kerja (bike to work), tak ada jalan khusus yang bersahabat.
Sejatinya, dalam konteks kemacetan yang parah di Jakarta, sepeda tampaknya bisa menjadi salah satu solusi kemacetan, polusi, dan kesemrawutan. Toh, dalam kemacetan, sepeda sering lebih cepat daripada kendaraan bermotor.
        Selain itu, bersepeda adalah salah satu gaya hidup sehat. Contohnya bisa dilihat di Belanda dan China. Herannya, Pemprov DKI Jakarta belum juga menyediakan jalur khusus yang aman dan nyaman bagi pesepeda, kecuali beberapa di jalur lambat, itu pun masih minim.
Para anggota DPR pun lebih suka studi banding yang tak jelas visi dan misinya ketimbang studi banding sepeda yang jelas punya banyak manfaat. Akhirnya, meski sepeda sudah nge-tren, para pesepeda tetap saja menjadi pihak "tertindas" di jalan raya di Jakarta. Tak jarang, sepeda dipepet motor ataupun mobil, seolah tak berhak memakai jalan. berita selengkapnya

        Sungguh menarik artikel yang dimuat Kompas.com ini. Mungkin inilah gambaran para "Orang Pinggiran" yang mencari nafkah di kota megapolitan seperti Jakarta. Bagaimana mereka tidak berperiilaku emosional jika mereka harus dituntut datang tepat waktu dalam bekerja dengan upah yang hanya bisa mencukupi hidupnya sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar